Terenggutnya Kebahagiaan Baruku
Setahun sudah aku lulus dari Sma, itu artinya sudah setahun juga aku barada di kota ini untuk mengeyam pendidikan di Universitas yang ku mau sejak dulu. Ya, keinginanku kuliah di sini memang sejak dulu dan akirnya tercapai juga. Tak hanya itu disini aku juga berhasil mengembangkan hobi dan bakatku, melukis dan mengarang. Tak ku sngaka sudah banyak lukisan dan novel yang sudah aku ciptakan. Berkat kerja kerasku karya ku banyak di minati orang sehingga aku tak perlu repot-repot meminta uang biaya kuliah maupaun uang jajan ku kepada orang tuaku. Karna hasil penjualan karya-karya ku yang laris manis itu sudah bisa membiayaiku hidup di sini.
Beda seperti hobi dan bakatku, soal asmara aku agak sulit dalam mencarinya. Butuh waktu untuk mengenal mereka.sehingga suatu saat temanku si Rere menganalkan ku pada seorang cowok yang bernama Dendy. Ternyata dia adalah seorang stiker di sebuah tim sepak bola besar di kota itu. Ya, seperti yang ku dambakan. kita bertiga janjian di stadion dimana Dendy akan melaksanakan pertandingan dengan Tim nya. Aku dan Rere duduk di tribun penonton, tiba-tiba ada seorang cowok menghampiri, memang cukup tampan. Dan ternyata dia itu Dendy. Nggak tau kenapa hati ini jadi deg-deg an.
“Hey Re!” sapa Dendy.
“Hey Den.” Jawab Rere
“Ini yang namanya Pamela teman kamu yang kamu critain itu?’
“Eh iya, Mel kenalin ini Dendy. Den ini Pamela.” Dendy pun mengulurkan tangan nya mengajak berkenalan. Dan akirnya pun kita berkenalan.
“Eh iya, aku nggak bisa lama-lama. Aku mau maen dulu, ntar kalian nggak usah pulang dulu ya. Aku mau ngajak kalian makan. Kebetulan hari ini ulang tahun ku.” Ucap Dendy.
“Wah enak nih Traktiran.” Sahut Rere.
“Ya udah sampei ketemu nanti ya, emm Pamela.” Dia beranjak pergi dari hadapan kami dan tak lupa memberikan senyuman manisnya itu. hatiku semakin deg-deg an.
“Eh.. kamu, bengong ya! Cakep kan?” Rere mengagetkanku.
“Eh,, Rere ngagetin aja kamu. Emm bentar deh masih pikir-pikir.” Ucap ku.
“Ah kamu itu.” sahut Rere sewot
Begitu Dendy selesei, kami bertiga pergi makan malam. Dan nggak lupa si Dendy mengantarkanku pulang.
Keesokan harinya sepulang kuliah, seperti biasa aku menuju galeri tempat lukisanku di pamerkan, disitu jugalah aku melukis. Beda dengan novel karya-karya ku, novelku itu aku jual di sebuah toko buku yang jaraknya ya lumayan dekat dengan galeriku. Tak sedikit orang yang menanyakan novel buatanku kpada pelayan toko, rata-rata mereka menanyakan alamat rumahku. Namun si pelayan toko juga tidak tau, karna aku tidak pernah memberi tau mereka, hanyalah alamat galeri ku itu yang tertera pada novel-novel karyaku. Tak jarang juga mereka yang bertanya lalu mengunjungi galeriku dan tertarik pada lukisanku. Seperti orang ini,
“Permisi..!” ada seseorang yang datang ke galeriku dan membawa novel karya ku itu.
“iya, ada yang bisa saya bantu mas?” tanya pelayanku.
“Saya ingin bertemu penulis novel ini mbak.” Sambil melihat-lihat koleksi lukisanku, dan iya terkejut melihat ttd yang tertera di sudut setiap lukisanku itu.
“Mbak siapa yang melukis lukisan ini?” tanya dia penasaran.
“oh.. sama seperti yang nulis novel itu mas. Mbak Pamela”
Dia semakin penasaran, karna ttd yang tertera di lukisan itu adalah tanda tanganya dan teman spesialnya dulu di Sma yang bernama Tisya, panggilanku dulu waktu Sma. Ya teman spesialnya itu aku. Begitu ia melihat semua lukisanku ternyata ia melihat sebuah lukisan yang ternyata berlukiskan wajahya. Ia semakin penasaran dan meminta pelayanku memanggilkan pelukis itu tak lain ialah aku. Begitu aku keluar dan menemuanya, aku sendiri nggak nyangka.
“Iya,,, ada yang bisa saya bantu?” dia membalikan badan ke arahku, kita pun sama-sama terkejut.
“Tisya?”
Aku menghela nafas sejanek.
“Refand?”
Aku pun bahagia bisa bertemu disini. Setelah kelulusan Sma kita lama tidak jumpa karna memutuskan jalan sendiri-sendiri, akirnya Tuhan mempertemukan kita di sini. Ya ternyata dia juga kuliah disini. Belum puas melepas rasa kangen aku dan Refand memutuskan pergi ke sebuah rumah makan. Disitu sambil makan kita ngobrol-ngobrol temtang hal-hal yang kiranya perlu di ungkapkan.
“Eh, sya kita kok bisa ktemu di sini sih” tanya Refand.
“Aku juga nggak nyangka kok. Kamu kuliah dimana? Jangan bilang di Brawijaya lo”
“Enggak kok, aku di Muhammadiyah.”
“Ow.. kirain sama ma aku he he.”
“Sya ku heran lo, begitu ngliat ttd di lukisan kamu tadi, trus ada lukisan wajahku pula. Pas aku tanya mbaknya siapa pelukisnya eh namanya kok Pamela.”
“loh kan eman nama aku ada Pamelanya. Kalo masalah ttd..Hmmm,, aku emang sengaja kok Fand. ” tiba-tiba hp ku berbunyi, kakak sepupu ku menelfon menyuruhku untuk segera kerumahnya. Katanya tante lagi pengen ditemenin ke pasar. Kusuruh dia jemput aku di rmah makan itu.Tak lama kemudian mobil Arga kakak sepupuku dateng jemput aku.
“Fand, aku pergi dulu ya kapan-kapan ketemu lagi.” Ucapku pada Refand.
“Iya deh, eh sya no. hp kamu nggak ganti kan?”
“Enggak kok Fand, ntar kamu hubungin aku aja ya.”
“Oke!”
Segera aku menuju mobil Arga dan ternyata si Refand mengira Arga adalah pacarku karna aku lupa memberi tahunya siapa yang tadi menelfon.
Dua hari kemudian, Rere mengajakku lagi meliat pertandingan bola karna si Dendy lagi maen. Seperti sebelumya Dendy menghampiri kita sebelum bertanding, namun kali ini dia nggak sendirian. Dia bersama saorang teman se timnya.
“Hay Mel, Re.” Sapa Dendy.
“Hey Den. Wah bawa temen nih.” Jawab Rere.
“Kan gantian, kamu kenalin teman kamu aku kenalin teman aku. Kenalin ini Refand, kiper baru di timku.”
“Wah seorang kiper nih.” Ucap Rere, lalu ia berkenalan dengan Refand. Sebenernya aku sempet terkejut, nggak nyangka kalo temend Dendy itu Refand.
“Loh kamu kok disini?” tanyaku pada refand.
“kalian berdua saling kenal?” tanya Dendy.
“Eh. Aku juga nggak nyangka lo sya. Ternyata dunia itu sempit banget ya. Iya Fan aku temen Tisya waktu Sma.”
“Tisya?” tanya Dendy.
“Iya dulu panggilan dia di Sma Tisya bukan Pamela.” Jawab Refand.
“Wah kebetulan nih, reunian.” Sahut Rere.
“oke.. oke reunianya ditunda dulu, sekarang aku ama Refand mau main dulu. Ntar tunggu lagi ya, kita pulang barengan.” Ucap Dendy.
“Oke Deh.” Jawab Rere.
Aku bener-bener nggak nyangka, disaat aku mulai menemukan Dendy kenapa Refand hadir lagi dalam hidupku? Dan kenapa mereka harus berteman. Anehnya lagi rasa deg-deag an yang kurasakan kemarin pas ktemu Dendy hilang gitu aja ngliat Dendy datengya ama Refand.
Keesokan harinya kami jalan berempat, dan hal itu rutin kita lakuin setiap seminggu sekali. Setelah beberapa bulan si Dendy semakin perhatian ama aku. Hingga ia ingin menyiapkan yang spesial di hari ulang tahun ku esok harinya. Tak lupa ia minta tolong Refand untuk menyiapkan makan malam yang romantis, tapi si Refand nggak tau kalo makan malam itu untuk aku pujaan hatinya.
“Fand, makasih ya kamu dah mau bantu aku buat nyiapin ini semua.” Ucap Dendy.
“Ah,, nyantei aja bro. Sebagai sahabat kamu aku mau kamu bahagia kok. Kan kamu bahagia otomatis aku juga bahagia. Eh tapi ngomong-ngomong temenku yang cakep ini udah nemuin permaisuri tambatan hati nih, tapi kok temenya ini nggak dikasih tau ya?” tanya Refand.
“Ah kamu, kamu kan kenal ama dia. Masak nggak tau.”
“Wah siapa ini bro?”
“Pamela.” Setelah Dendy nyebut namaku si Refand nggak bisa ngomong apa-apa dia hanya bengong dan pastinya nggak nyangka.
“Hey.. knapa kamu kok bengong?” tanya Dendy.
“oh nggak apa-apa, wah selamat ya kalo gitu.” Refand sedikit menghibur.
“yeaaah,, oke oke. Makasih bro.”
“Eh tapi bukanya dia tuh udah punya cowok, si Arga.”
“Siapa? Arga, o.. kamu salah paham, si Arga itu kakak sepupu Pamela.”
“ow gitu,, berarti dugaanku salah ya.”
“Iya lah, Arga kan udah mau meriet.”
Waktu yang ditentukan pun tiba. Ya, dihari ulang tahun ku Dendy mengajak ku makan malam diluar. Memang benar makan malam itu sangat romantis,tak lupa juga disana ia menyiapkan surprise untuk ku. Banyak temen-temen ku yang hadir disana tapi aku sama sekali nggak ngliat Refand dan nggak ku sangka Dendy menembak ku. Aku bingung harus jawab apa, aku butuh waktu dan Dendy memberiku waktu sampei kita keluar lagi besok. Sehari, waktuku itu sangat cepat dan nggak kerasa kita udah jalan lagi. Itu artinya aku harus jawap pertanyaan Dendy. Di depan Rere dan Refand si Dendy nembak aku yang ke dua kalinya.
“Pamela, untuk yang kedua kalinya aku tanya ama kamu. Maukah kamu jadi pacar aku?” ucap Dendy. Meskipun aku ragu tapi aku tetap harus menjawabnya, ini kehidupanku hanya aku dan tuhan yang berhak memilih. Meski aku tau Refand nggak akan rela ngliat ini tapi terpaksa aku harus jawab seperti inginku.
“Iya, Dendy aku mau jadi pacar kamu.” Jawabku.
“Beneran? Yess.” Dendy pun tersenyum bahagia. Kita berdua berpelukan dan Rere tidak lupa memberikan ucapan selamat pada kita. Tapi si Refand tiba-tiba menghilang entah kemana.
“Loh, Refand kemana?” tanyaku.
“Nggak tau tuh, biar aku cari deh.” Ucap Rere.
Rere pun bergegas mencari Refand, dan ternyata Refand sedang duduk menyandiri. Rere pun menghampirinya.
“Hey, fand kamu kenapa? Dicariin kok malah ngilang”
“Nggak papa kok Re.”
“Ah jujur aja, kamu cemburu kan? Aku tau lo Fand kalo kamu masih suka ama Pamela.” Refand memandang Rere penuh tanda tanya.
“Kok kamu tau Re?” tanya Refand.
“Keliatan kali dari sikap kamu, lagian si Mela juga pernah cerita ke aku kalo dulu kalian berdua sempet deket, iya kan?”
“Iya Re, aku masih sayang sampei sekarang. Tapi bodohnya aku Re, kenapa dulu aku ngelepas Tisya dan mutusin buat jalan sendiri-sendiri.”
“Dia sebenernya juga bingung mau nrima Dendy apa enggak, soalnya dia juga terbebeni kamu yang sekarang hadir lagi di hidupnya.”
“Udahlah Re, lagian kalo dibandingin ya jauh lah. Kalo aku jadi Tisya aku juga pasti pilih Refand, dia kaya, anter jemput Tisya pakek mobil, atlit bola dambaan cewek, tampan pula.sedangkan aku, apa? Kemana-mana cuma ada motor, rumah aja disini baru kost, jadi kiper aja baru-baru ini.”
“Kamu jangan ngomong gitu Fand, asal kamu tau Pamela mandang cinta itu nggak dari segi hal itu semua. Dia itu ngutamain kebahagiaan dan kenyamanan, asal dia bahagia dia akan jalanin itupun melalui proses yang nggak pendek. Dia mutusin buat nrima Dendy itu karna dia ingin kehidupan baru, dia nggak mau larut dalam kesedihan semanjak kamu pergi dulu.”
“Tapi bukan berarti dia nglupain aku kan Re?”
“Ya enggak lah Fand, kamu tenang aja ya. Sekarang kita balik ke sana aja. Kamu kasih selamat buat mereka.”
Tak lama kemudian Refand menghampiri aku dan Dendy, ia juga kasih selamat ke kita. Setelah itu Dendy mengantarkan kita semua pulang. Tapi aku bilang ke Dendy kalo aku turun di rumah Rere, aku ingin menemaninya karna Rere ditinggal kedua orang tuanya ke luar kota. Sebelum tidur tak lupa Rere menceritakan semua pembicaraanya dengan Refand tadi. Aku sempat nggak menyangka, tapi mau gimana lagi ini udah keputusanku.
Suatu hari Dendy mengajakku jalan-jalan, nggak lupa si Rere dan Refand juga diajak. Meskipun yang pacaran aku ama Dendy tapi Dendy nggak lupa berbagi kebahagiaan ama Rere dan Refand,malah ada niat buat nyomblangin mereka. Sampei di tempat tujuan kami semua turun dari mobil Dendy, Dendy melihat ada sesuatu di seberang jalan yaitu penjual bunga mawar. Karna dia tau aku suka bunga mawar dia ingin membelikanku bunga mawar itu.
“Pamela, tunggu sebentar ya aku mau beliin kamu sesuatu.” Ucap Dendy.
“Apa sih, nggak usah macem-macem kali.” Jawabku.
“ Udahlah kamu tunggu sini aja.” Belum aku berkata iya dia langsung menyebrangi jalan yang ramei itu, dia kembali mebawa setangkai bunga mawar putih. Namun tiba-tiba ditengah jalan sebuah mobil melaju kencang menabrak tubuh Dendy hingga terpental dihadapanku . Aku langsung berteriak keras,
“Dendyyyy.................” disitu aku langsung memelukya dan berusaha menyadarkanya, namun percuma ia dalam keadaan tak sadar. Rere dan Refand berusaha menenangkanku lalu Dendy segera dilarikan ke rumah sakit. Waktu itu aku nggak bisa berbuat apa-apa aku hanya menangis didepan pintu ICU tempat Dendy berjuang mempertahankan nyawanya. Refand tetap setia disampingku, ia berusaha menghiburku. Tiba-tiba ia memberikanku bunga mawar putih yang ternyata bunga itu yang dibeli Dendy tadi.
“Buat apa kamu kasih bunga ini? Bukanya kamu nggak suka ngliat Dendy jadian ama aku?” tanyaku sambil menangis tersedu-sedu.
“Enggak gitu Sya, aku bahagia kok kalo ngliat kamu bahagia. Sekarang aku juga sedih ngliat kamu sedih kaya gini, apalagi Dendy temanku sendiri. Aku hanya bisa bantu doa Sya.” Jawab Refand sambil memelukku dan menenangkanku.
Seminggu sudah Dendy dipindahkan dari ruang ICU, namun ia tak kunjung sadar,Ya, dia mengalami koma. Selama seminggu itu pula aku rutin menjenguknya, selalu aku bawakan bunga mawar putih untukya. Hal itu terus aku lakukan selama ia masih terbaring koma. Aku juga tidak lupa menulis sebuah novel tentang kisahku itu. Dan hal itu semua membuat aku tersadar bahwa betapa aku mencintai Dendy, karna bersamanyalah aku menemukan kebahagiaan baru meskipun Refand hadir kembali dalam hidupku. Aku janji akun aku jaga Dendy sampei kapanpun meskipun ia belum juga tersadar dari tidur panjangnya smpei sekarang.
ConversionConversion EmoticonEmoticon